Senin, 19 Mei 2008

BIODIESEL SELAMATKAN LINGKUNGAN HIDUP

Mensikapi kenaikan penggunaan sarana transportasi yang tak dapat dihindari akhir-akhir ini, terutama sekali disebabkan oleh pertumbuhan penduduk yang begitu pesat sehingga dengan sendirinya kebutuhan alat angkut pun mengalami kenaikan yang signifikan. Hal itu dapat difahami dengan mudah bahwa manusia dalam melaksanakan aktivitas hidupnya sehari-hari memerlukan sarana transportasi untuk memobilisasi dirinya. Begitu juga dengan barang atau benda, perlu dilakukan mobilisasi dari daerah produksi ke daerah konsumen. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa peningkatan kebutuhan sarana transportasi selalu berbanding lurus dengan peningkatan jumlah penduduk.

Pada sisi lain, kenaikan penggunaan sarana transportasi akan mengakibatkan peningkatan pemakaian bahan bakar (fuel). Sebagaimana kita ketahui bahwa akhir-akhir ini masalah bahan bakar sudah menjadi isu yang sangat sensitif pada tingkat nasional, regional maupun internasional. Pemicu utama karena harga minyak mentah pada pangsa pasar internasional meningkat secara drastis sehingga membuat banyak negara-negara konsumen perlu melakukan langkah-langkah untuk menaikkan harga jual bahan bakar dalam negeri. Disamping itu, faktor ketersediaan (resource) minyak bumi yang semakin hari semakin langka juga merupakan isu tersendiri yang sedang hangat dibahas pada tingkat global terutama oleh negara-negara maju yang tidak ingin selamanya tergantung pada bahan bakar yang bersumberkan minyak bumi. Hal itu ditandai dengan adanya berbagai upaya yang dilakukan oleh para saintis dalam mencari bahan bakar pengganti (fuel alternative). Namun, ada satu faktor lain yang sering kali kita abaikan yaitu faktor lingkungan. Dimana lingkungan sering kali menjadi objek penderita terhadap dampak dari aktivitas yang dilakukan oleh makhluk yang bernama manusia di muka bumi ini.

Berkenaan dengan isu di atas, beberapa negara maju seperti Amerika Serikat, Jerman, Perancis, Inggris, Spanyol, Jepang, dan Korea Selatan sedang gencar-gencarnya melakukan upaya untuk memproduksi bahan bakar dari sumber-sumber yang dapat diperbaharui (renewable resources) untuk menggantikan bahan bakar yang bersumberkan minyak bumi. Bahan bakar ini dikenal dengan nama biodiesel. Tujuan utama memproduksi biodiesel adalah untuk mengantisipasi kelangkaan (depletion) sumber bahan baku bahan bakar diesel petroleum di masa depan. Disamping itu, faktor kerusakan lingkungan hidup yang semakin memprihatinkan juga merupakan salah satu alasan yang tak dapat dinapikan dalam upaya memproduksi bahan bakar yang dapat diperbaharui tersebut.

Dari aspek lingkungan, bahan bakar biodiesel lebih unggul dibandingkan bahan bakar diesel petroleum antara lain: biodiesel dapat dibakar secara sempurna (completely combustion), ramah lingkungan (environmentally friendly), tidak beracun (non toxic), tidak berisiko terhadap kesehatan (no health risk to humans), dapat diperbaharui (renewable), mudah didapat (readily available), serta gas hasil pembakarannya dapat di-recycle melalui proses fotosintesis. Sebagai bahan bakar yang dapat diperbaharui, biodiesel dapat dihasilkan dari sumber-sumber minyak nabati (vegetable oils) antara lain seperti: minyak jarak (jatropha oil), minyak kelapa sawit (palm oil), minyak kedelai (soybean oil), minyak biji kapok (cottonseed oil), minyak biji bunga matahari (sunflower seed oil), minyak rapeseed (rapeseed oil), dan minyak nabati lainnya serta dari lemak hewani (animal fats).

Hasil riset dari berbagai kalangan menunjukkan bahwa kerusakan atmosfir bumi yang terjadi akhir-akhir ini disebabkan oleh akumulasi gas karbon dioksida (CO2), gas Freon atau Chloro Flouro Carbon (CFC) serta gas berbahaya lainnya pada lapisan atmosfir bumi yang semakin hari semakin meningkat. Gas karbon dioksida disumbangkan oleh hasil pembakaran bahan bakar yang digunakan pada kenderaan bermotor dan mesin-mesin industri serta akibat dari kebakaran hutan. Sedangkan gas Freon yang digunakan sebagai media pendingin pada mesin pendingin udara ruangan (Air conditioner) dan kulkas (refrigerator) diyakini sebagai penyebab utama kerusakan lapisan ozon. Semua gas ini telah menyebabkan peningkatan emisi atmosfir bumi dalam bentuk efek rumah kaca (greenhouse effect) dan pemanasan global (global warming). Data dari kantor Menteri Kependudukan dan Lingkungan Hidup (1990) menunjukkan bahwa gas CO2 memainkan peranan yang cukup besar dalam hal terjadinya efek rumah kaca disamping gas beracun lainnya seperti sulfur dioksida (SO2), nitrogen monoksida (NO) dan nitrogen dioksida (NO2) serta beberapa senyawa organik seperti metana (CH4) dan Chloro Flouro Carbon (CFC).

Sebaliknya efek rumah kaca (greenhouse effect) memegang peranan penting dalam melindungi kelangsungan makhluk hidup di muka bumi. Disebut sebagai pelindung, karena gas karbondioksida (CO2), metana (CH4) dan jenis lain, termasuk uap air, dalam konsentrasi seimbang berfungsi untuk menahan energi panas matahari yang memancarkan sinarnya ke bumi, sehingga permukaannya selalu dalam kondisi hangat. Akan tetapi, Tanpa ada gas dan uap air, bisa jadi bumi beserta makhluk hidup yang menghuninya akan membeku. Namun, rumah kaca juga akan menjadi bencana bila terjadi peningkatan konsentrasi gas. Peningkatan konsentrasi ini terjadi karena penggunaan sumberdaya minyak bumi, gas alam dan batubara.

Beberapa upaya sebenarnya telah dilakukan oleh berbagai pihak untuk menanggulangi kerusakan atmosfir bumi yang semakin parah seperti upaya yang dilakukan oleh para ilmuan melalui berbagai riset untuk mendapatkan bahan bakar alternatif di masa depan yang ramah terhadap lingkungan (biodiesel) serta upaya dari kalangan praktisi seperti membuat perangkat hukum bagi menjamin kelestarian lingkungan hidup sebagai warisan kita untuk generasi yang akan datang. Upaya lainnya adalah dengan melakukan reboisasi hutan, menciptakan hutan-hutan kota, membatasi penggunaan sarana transportasi, menciptakan bahan pengganti freon serta mencegah atau meminimalisasi terjadinya kebakaran hutan.

Pada tingkat global, upaya untuk menyelamatkan lingkungan planet bumi ini terus digalakkan oleh berbagai pihak melalui forum-forum resmi antara lain adalah konvensi internasional yang telah dilaksanakan beberapa kali sejak isu kerusakan lingkungan hidup mulai memperlihatkan dampaknya terhadap kehidupan makhluk bumi. Melalui forum konvensi itulah berbagai kalangan berupaya untuk menyatukan misi bersama dalam gerakan penyelamatan lingkungan hidup secara global. Hal itu ditandai dengan telah berhasilnya ditanda tangani sebuah piagam sebagai ikrar bersama seluruh bangsa di dunia dalam rangka peduli lingkungan hidup (environmental care). Pendeklerasian satu misi bersama antara negara-negara industri (maju) dan negara-negara berkembang dituangkan dalam sebuah piagam yang disebut dengan “Kyoto Protocol”.

Melalui Kyoto Protocol antara lain ditetapkan sasaran khusus mengenai emisi gas rumah kaca (greenhouse effect gas) yang bersumber dari negara-negara industri, serta diikuti dengan sebuah mekanisme aturan yang lengkap untuk memberikan kelonggaran kepada negara-negara maju bagaimana mereka akan mengimplementasikan serta membantu usaha-usaha global ke arah pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development).

Disamping itu, data dari badan kesehatan dunia (WHO) menunjukkan bahwa beberapa jenis penyakit yang menyerang manusia selama ini seperti radang saluran pernafasan, katarak, iritasi mata serta kanker kulit. Semua jenis penyakit ini disebabkan oleh akumulasi kadar gas beracun yang tak terkendali (uncontrollable) di atmosfir bumi. Oleh karena itu, sudah sewajarnyalah bagi kita untuk melakukan sesuatu demi menjaga dan memelihara kelestarian lingkungan hidup kita demi diri kita sendiri serta anak cucu kita di masa depan. Janganlah kita membiarkan kerusakan ini terus berlangsung ibarat kita membiarkan jamur tumbuh di musim hujan sehingga menjadikan kita sebagaimana ungkapan sebuah moto klasik “Hari esok mencerminkan tabiat kita hari ini.